EMPAT PILAR PENDIDIKAN
MENURUT UNESCO
Di susun oleh:
Titin Saniah 10.0401.0067
Asmirohati 10.0401.0081
A.
PENDAHULUAN
Dalam upaya
meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan
mutu pendidikan. Peningkatan kualitas pendidikan bagi suatu bangsa,
bagaimanapun mesti diprioritaskan.
Sebab
kualitas pendidikan sangat penting artinya, karena hanya manusia yang
berkualitas saja yang bisa bertahan hidup di masa depan. Manusia yang dapat
bergumul dalam masa dimana dunia semakin sengit tingkat kompetensinya adalah
manusia yang berkualitas. Manusia demikianlah yang diharapkan dapat
bersama-sama manusia yang lain turut bepartisipasi dalam percaturan dunia yang
senantiasa berubah dan penuh teka-teki
(Isjoni, 2008:vii).
Berangkat
dari pemikiran tersebut, Persarikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization)
mencanangkan empat pilar pendidikan, yakni: (1)
Learning to know, (2) Learning to do, (3) Learning to live together, dan (4) Learning to be.
Berikut ini akan kami sampaikan ulasan mengenai ke
empat pilar pendidikan tersebut.
B.
MAKNA EMPAT PILAR
PENDIDIKAN MENURUT UNESCO
1. Learning
to Know
(belajar untuk menguasai)
Tidak hanya memperoleh pengetahuan tapi
juga menguasai teknik memperoleh pengetahuan tersebut. Pilar ini berpotensi
besar untuk mencetak generasi muda yang memiliki kemampuan intelektual dan
akademik yang
tinggi.
Secara implisit, learning to know bermakna
belajar sepanjang hayat (Life long education). Asas belajar sepanjang hayat bertitik tolak
atas keyakinan bahwa proses pendidikan dapat berlangsung selama manusia hidup,
baik didalam maupun diluar sekolah.
Sehubungan dengan asas
pendidikan seumur hidup berlangsung seumur hidup, maka peranan subjek manusia untuk
mendidik dan mengembangkan diri sendiri secara wajar merupakan kewajiban
kodrati manusia.
Dengan kebijakan tanpa batas umur
dan batas waktu untuk belajar, maka kita mendorong supaya tiap pribadi sebagai
subjek yang bertanggung jawab atas pedidikan diri sendiri menyadari, bahwa:
1) Proses
dan waktu pendidikan berlangsung seumur hidup sejak dalam kandungan hingga
manusia meninggal.
2) Bahwa
untuk belajar, tiada batas waktu. Artinya tidak ada kata terlambat atau terlalu
dini untuk belajar.
3) Belajar/ mendidik diri sendiri
adalah proses alamiah sebagai bagian integral/ totalitas kehidupan (Burhannudin Salam, 1997:207).
Menurut
Isjoni (2008:47), guru adalah orang yang identik dengan
pihak yang memiliki tugas dan
tanggung
jawab membentuk karakter generasi bangsa. Di tangan gurulah tunas-tunas bangsa
ini terbentuk sikap dan moralitasnya, sehingga mampu memberikan yang terbaik
untuk anak negeri ini di masa yang akan datang.
Guru
memiliki peranan yang sangat penting dalam menentukan kuantitas dan kualitas
pengajaran yang dilaksanakannya. Oleh sebab itu, guru harus memikirkan dan
membuat perencanaan secara saksama dalam meningkatkan kemampuan belajar bagi siswanya,
dan memperbaiki kualitas mengajarnya. Hal ini menuntut perubahan-perubahan
dalam pengorganisasian kelas, penggunaan metode mengajar, strategi
belajar-mengajar, maupun sikap dan karakteristik guru dalam mengelola proses
belajar-mengajar.
Guru
bisa dikatakan unggul dan profesional bila
mampu mengembangkan kompetensi individunya dan tidak banyak bergantung pada
orang lain.
Konsep learning to know ini menyiratkan makna bahwa pendidik harus mampu
berperan sebagai berikut:
a. Guru
berperan sebagai sumber belajar
Peran ini berkaitan penting dengan
penguasaan materi pembelajaran. Dikatakan guru yang baik apabila ia dapat
menguasai materi pembelajaran dengan baik, sehingga benar-benar berperan sebagi
sumber belajar bagi anak didiknya.
b. Guru sebagai Fasilitator
Guru berperan memberikan pelayanan
memudahkan siswa dalam kegiatan proses pembelajaran.
c. Guru
sebagai pengelola
Guru
berperan menciptakan iklim blajar yang memungkinkan siswa dapat belajar secara
nyaman. Prinsip-prinsip belajar
yang harus diperhatikan guru dalam pengelolaan pembelajaran, yaitu:
a)
Sesuatu yang dipelajari siswa, maka siswa harus mempelajarinya sendiri.
b)
Setiap siswa yang belajar memiliki kecepatan masing-masing.
c)
Siswa akan belajar lebih banyak, apabila setiap selesai melaksanakan
tahapan kegiatan diberikan reinforcement.
d)
Penguasaan secara penuh.
e)
Siswa yang diberi tanggung jawab, maka ia akan lebih termotivasi untuk
belajar.
d. Guru
sebagai demonstrator
Guru berperan untuk menunjukkan kepada
siswa segala sesuatu yang dapat membuat siswa lebih mengerti dan memahami
setiap pesan yang disampaikan.
e. Guru
sebagai pembimbing
Siswa adalah individu yang unik. Keunikan itu bisa
dilihat dari adanya setiap perbedaan. Perbedaan inilah yang menuntut guru
harus berperan sebagai pembimbing.
a.
f. Guru sebagai mediator
Guru selain
dituntut untuk memiliki pengetahuan tentang media pendidikan juga harus
memiliki keterampilan memilih dan menggunakan media dengan baik.
g. Guru sebagai Evaluator
Yakni sebagai penilai hasil pembelajaran
siswa. Dengan
penilaian tersebut, guru dapat mengetahui keberhasilan pencapaian tujuan,
penguasaan siswa terhadap pelajaran, serta ketepatan/ keefektifan metode
mengajar (Fakhruddin, 2010:49-61).
Kiat-kiat
Agar Menjadi Guru Favorit
menurut Fakhruddin (2010:97) yaitu:
a)
Sabar
b) Bisa
menjadi sahabat
c) Konsisten
dan komitmen dalam bersikap
d) Bisa
menjadi pendengar dan penengah
e) Visioner
dan misioner
f)
Rendah hati
g) Menyenangi
kegiatan mengajar
h) Memaknai
mengajar sebagai pelayanan
i)
Bahasa cinta dan kasih
sayang
j)
Menghargai proses
2. Learning
to do (belajar untuk menerapkan)
Pendidikan membekali manusia tidak
sekedar untuk mengetahui, tetapi lebih jauh untuk terampil berbuat/ mengerjakan
sesuatu sehingga menghasilkan sesuatu yang bermakna bagi kehidupan. Sasaran dari pilar
kedua ini adalah kemampuan kerja generasi muda untuk mendukung dan memasuki ekonomi
industry (Soedijarto, 2010). Dalam masyarakat
industri tuntutan tidak lagi cukup dengan penguasaan keterampilan motorik yang
kaku melainkan kemampuan untuk melaksanakan pekerjaan-pekerjaan seperti “controlling, monitoring, designing,
organizing”. Peserta didik diajarkan
untuk melakukan sesuatu dalam situasi konkrit yang tidak hanya terbatas pada
penguasaan ketrampilan yang mekanitis melainkan juga terampil dalam
berkomunikasi, bekerjasama dengan orang lain, mengelola dan mengatasi suatu
konflik. Melalui
pilar kedua ini, dimungkinkan mampu mencetak generasi muda yang intelligent
dalam bekerja dan mempunyai kemampuan untuk berinovasi.
Sekolah sebagai wadah masyarakat belajar
hendaknya memfasilitasi siswanya untuk mengaktualisasikan ketrampilan yang
dimiliki, serta bakat dan minatnya agar “Learning
to do” dapat terealisasi.
Secara
umum, bakat adalah kemampuan potensial yang dimiliki seseorang untuk mencapai
keberhasilan pada masa yang akan datang. Sedangkan minat adalah kecendrungan
dan kegairahan yang tinggi atau keinginan yang besar terhadap sesuatu.
Meskipun bakat dan minat anak
dipengaruhi factor keturunan namun tumbuh dan berkembangnya bakat dan minat
juga bergantung pada lingkungan . Lingkungan disini dibagi menjadi dua yaitu:
1) Lingkungan
social
Yang
termasuk dalam lingkungan social siswa adalah masyarakat dan tetangga juga
teman-teman sepermainan di sekitar perkampungan siswa tersebut. Lingkungan social yang
lebih banyak mempengaruhi kegiatan
belajar ialah orangtua dan keluarga siswa itu sendiri.
2) Lingkungan
nonsosial
Factor-faktor
yang termasuk lingkungan nonsosial ialah gedung sekolah dan letaknya, rumah
tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat-alat belajar, dan keadaan
cuaca. Faktor-faktor ini dipandang turut menentukan tingkat keberhasilan
belajar siswa (Muhibbin
Syah, 2004:138).
Sekolah
juga berperan penting dalam menyadarkan peserta didik bahwa berbuat sesuatu
begitu penting. Oleh
karena itulah peserta didik mesti terlibat aktif dalam menyelesaikan
tugas-tugas sekolah. Tujuannya
adalah agar peserta didik terbiasa bertanggung jawab, sehingga pada akhirnya,
peserta didik terlatih untuk memecahkan masalah.
3.
Learning to live
together (belajar untuk dapat hidup bersama)
Kemajuan dunia dalam bidang IPTEK dan
ekonomi yang mengubah dunia menjadi desa global ternyata tidak menghapus
konflik antar manusia yang selalu mewarnai sejarah umat manusia. Di zaman yang semakin
kompleks ini, berbagai konflik makin merebak seperti konflik nasionalis, ras
dan konflik antar agama.
Apapun
penyebabnya, semua konflik itu didasari oleh ketidakmampuan beberapa individu
atau kelompok untuk menerima suatu perbedaan. Pendidikan dituntut
untuk tidak hanya membekali generasi muda untuk menguasai IPTEK dan kemampuan
bekerja serta memecahkan masalah, melainkan kemampuan untuk hidup bersama
dengan orang lain yang berbeda dengan
penuh toleransi, dan
pengertian.
Dalam kaitan ini adalah
tugas pendidikan untuk memberikan pengetahuan dan kesadaran bahwa hakekat manusia
adalah beragam tetapi dalam keragaman tersebut terdapat persamaan. Itulah
sebabnya Learning to live together
menjadi pilar belajar yang penting untuk menanamkan jiwa perdamaian.
4. Learning
to be (belajar untuk menjadi)
Tiga pilar pertama ditujukan
bagi lahirnya generasi muda yang mampu mencari informasi dan/ menemukan ilmu
pengetahuan, yang mampu melaksanakan tugas dalam memecahkan masalah, dan mampu
bekerjasama, bertenggang rasa, dan toleran terhadap perbedaan. Bila ketiganya
berhasil dengan memuaskan akan menimbulkan adanya rasa percaya diri pada
masing-masing peserta didik.
Konsep
learning to be perlu dihayati oleh
praktisi pendidikan untuk melatih siswa agar memiliki rasa percaya diri yang
tinggi. Kepercayaan
merupakan modal utama bagi siswa untuk hidup dalam masyarakat. Penguasaan pengetahuan
dan keterampilan merupakan bagian dari proses menjadi diri sendiri (learning
to be) (Atika, 2010). Menjadi diri sendiri
diartikan sebagai proses pemahaman terhadap kebutuhan dan jati diri. Belajar
berperilaku sesuai dengan norma dan kaidah yang berlaku di masyarakat, belajar
menjadi orang yang berhasil, sesungguhnya merupakan proses pencapain
aktualisasi diri.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi proses pendidikan
menurut
Djamal (2007:101) yaitu:
1) Motivasi
Yaitu
kondisi fisiologi dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang
mendorong untuk melakukan aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan/ kebutuhan
2) Sikap
Sikap
yaitu suatu kesiapan mental atau emosional dalam berbagai jenis tindakan pada
situasi yang tepat.
3) Minat
4) Kebiasaan
belajar
Berbagai
hasil penelitian menunjukkan, bahwa hasil belajar mempunyai kolerasi positif
dengan kebiasaan atau study habit.
Kebiasan merupakan cara bertindak yang diperoleh melalui belajar secara
berulang-ulang, yang pada akhirnya menjadi menetap dan bersifat otomatis.
5) Konsep
diri
Konsep
diri adalah pandangan seseorang tentang dirinya sendiri yang menyangkut
perasaannya, serta bagaimana
perilakunya tersebut berpengaruh terhadap orang lain.
Makna pilar ke empat ini adalah muara
akhir dari tiga pilar pendidikan diatas. Dengan pilar ini , peserta didik
berpotensi menjadi generasi baru yang berkepribadian mantap dan mandiri (Aezacan, 2011).
C. Garis Besar
Mengenai ke Empat Pilar Pendidikan UNESCO
a. Kekuatan
Ke
empat pilar pendidikan tersebut dirancang sangat bagus, dengan tujuan yang bagus pula,
dan sesuai dengan keadaan zaman sekarang yang menuntut pesera didik tidak hanya
diajarkan IPTEK, kemudian dapat bekerja sama dan memecahkan masalah, akan
tetapi juga hidup toleran dengan orang lain ditengah-tengah maraknya perbedaan
pendapat dimasyarakat. Dengan ke kempat
pilar ini akan bisa tercapai pendidikan yang berkualitas.
b. Kelemahan
Meskipun
ke empat pilar pendidikan ini dirancang sedemikian bagusnya, namun perlu
diingat, masih banyak aspek penghalang dalam pelaksanaan tersebut, seperti kurangnya SDM guru yang benar-benar
“mumpuni”, perbedaan pola pikir setiap masyarakat atau daerah dalam memandang
arti penting pendidikan, kemudian ada lagi fasilitas, fasilitas yang masih
minim akan sangat menghambat kemajuan proses belajar mengajar, dan
kendala-kendala lain.
c. Peluang
Apabila
pendidikan di Indonesia diarahkan pada ke empat pilar pendidikan ini, maka pada
gilirannya masyarakat Indonesia akan menjadi masyarakat yang bermartabat di
mata masyarakat dunia.
d. Ancaman
Ke
empat pilar pendidikan UNESCO ini bisa
menjadi bumerang bagi peserta
didik dan pengajar
apabila tujuan atau keinginan yang hendak dicapai tidak kunjung terwujud. Bisa
jadi akan muncul sikap pesimis dan putus asa kehilangan kepercayaan diri.
D.
KESIMPULAN
Pilar-pilar
pendidikan tersebut dirancang dengan sangat bagus dan dengan tujuan yang sangat
bagus pula. Dengan mengaplikasikan
pilar-pilar tersebut, diharapkan pendidikan yang berlangsung di seluruh dunia
termasuk Indonesia dapat menjadi lebih baik.
Namun masih banyak aspek penghalang dalam
pelaksanaan tersebut, baik mengenai
SDM nya,
fasilitasnya, perbedaan pola pikir setiap masyarakat
atau daerah dalam memandang arti penting pendidikan, dan kendala-kendala lain.
Persoalan
pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama, karenanya tentu secara
bersama-sama pula kita mencari alternative pemecahannya. Mudah-mudahan ke empat
pilar tersebut dapat kita realisasikan dan akan nampak hasinya.
Mari
melakukan introspeksi diri sejauh
mana
kita sudah melakukan yang terbaik untuk perubahan dan perbaikan terhadap
persoalan pendidikan yang melilit negeri ini. Satu harapan kita
semua, agar dunia pendidikan di Indonesia bisa menjadi lebih baik dan berkualitas.
Majulah
pendidikan indonesiaku……..
DAFTAR PUSTAKA
Djamal. (2007). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Fakhrudin.
(2010). Menjadi Guru Faforit. Yogyakarta:
Diva Press.
Isjoni.(2008).
Guru Sebagai Motifator Perubahan. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Isjoni.(2008). Memajukan Bangsa dengan Pendidikan.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Salam, B. (1997). Pengantar Pedagogik. Jakarta: PT
Rineka Cipta.
Syah,
M. (2004). Psikologi Pendidikan
dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Atika Aziz (2010) “4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO” (online) tersedia:
Http://Atikatikaaziz.Blogspot.com.2010/09/4-pilar-pendidikan-menurut-unesco.html?m=1 (12
Maret 2012)
Aezacan (2011) “4 Pilar Pendidikan Menurut UNESCO” (online) tersedia: http://aezacan.wordpress.com (15 Maret 2012)
Soedijarto (2010) “Paradigma Pembelajaran Menjawab Tantangan Jaman”
(online) tersedia: http://www.ilmupendidikan.net/2010/03/16/paradigma-pembelajaran-menjawab-tantangan-jaman.php (12 Maret 2012)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar