Pendidikan
Multikultural
Oleh:
1.
Marliana
Anisa Dewi 10.0401.0079
2.
Wakhid
Adam Sulaiman 10.0401.0085
I.
PENDAHULUAN
Sedikitnya
selama tiga dasawarsa, kebijakan yang sentralistis dan pengawalan yang ketat
terhadap isu perbedaan telah menghilangkan kemampuan masyarakat untuk
memikirkan, membicarakan dan memecahkan persoalan yang muncul dari perbedaan
secara terbuka, rasional dan damai. Kekerasan antar kelompok yang meledak
secara sporadis di akhir tahun 1990-an di berbagai kawasan di Indonesia
menunjukkan betapa rentannya rasa kebersamaan yang dibangun dalam
Negara-Bangsa, betapa kentalnya prasangka antara kelompok dan betapa rendahnya
saling pengertian antar kelompok. Konteks global setelah tragedi September 11
dan invasi Amerika Serikat ke Irak serta hiruk pikuk politis identitas di dalam
era reformasi menambah kompleknya persoalan keragaman dan antar kelompok di
Indonesia.
Sejarah
menunjukkan, pemaknaan secara negatif atas keragaman telah melahirkan
penderitaan panjang umat manusia. Pada saat ini, paling tidak telah terjadi 35
pertikaian besar antar etnis di dunia. Lebih dari 38 juta jiwa terusir dari
tempat yang mereka diami, paling sedikit 7 juta orang terbunuh dalam konflik
etnis berdarah. Pertikaian seperti ini terjadi dari Barat sampai Timur, dari
Utara hingga Selatan. Dunia menyaksikan darah mengalir dari Yugoslavia,
Cekoslakia, Zaire hingga Rwanda, dari bekas Uni Soviet sampai Sudan, dari
Srilangka, India hingga Indonesia. Konflik panjang tersebut melibatkan sentimen
etnis, ras, golongan dan juga agama.
Merupakan
kenyataan yang tak bisa ditolak bahwa negara-bangsa Indonesia terdiri dari
berbagai kelompok etnis, budaya, agama dan lain-lain sehingga negara-bangsa
Indonesia secara sederhana dapat disebut sebagai masyarakat
"multikultural". Tetapi pada pihak lain, realitas
"multikultural" tersebut berhadapan dengan kebutuhan mendesak untuk
merekonstruksi kembali "kebudayaan nasional Indonesia" yang dapat menjadi
"integrating force" yang mengikat seluruh keragaman etnis dan budaya
tersebut.
II.
KONSEP
PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
A.
Pengertian
Pendidikan Multikultural
Secara
sederhana multikulturalisme bisa dipahami sebagai pengakuan, bahwa sebuah
Negara atau masyarakat adalah beragam dan majemuk. Atau dapat pula diartikan
sebagai kepercayaan kepada normalitas dan penerimaan keragaman menurut Azyumardi
Azra dalam Zakiyuddin Baidhawy (2005).
Pengertian tentang multikulturalisme
setidaknya mengandung dua pengertian yang sangat kompleks yaitu multi yang
berarti plural, kulturalisme berisi
pengertian kultur atau budaya. Istilah plural mengandung arti yang
berjenis-jenis, karena pluralisme bukan berarti seekedar pengakuan akan adanya
hal-hal yang berjenis, namun pengakuan yang memiliki implikasi-implikasi
politis, sosial dan ekonomi. Oleh sebab itu pluralisme bersangkutan dengan
prinsip-prinsip demokrasi H.A.R. Tilaar
(2004).
Pendidikan multikultural adalah merupakan suatu wacana
yang lintas batas, karena terkait dengan masalah-masalah keadilan sosial (social
justice), demokarasi dan hak asasi manusia. tulus,
dan toleran terhadap keanekaragaman budaya yang hidup di tengah-tengah
masyarakat plural.
Istilah pendidikan multikultural dapat
digunakan pada tingkat deskriptif dan normative, yang menggambarkan isu-isu dan
masalah- masalah pendidikan berkaitan dengan masyarakat multikultural. Labih
jauh lagi mencakup pengertian tentang pertimbangan terhadap kebijakan-kebijakan
dan strategi-strategi pendidikan dalam masyarakat multikultural. Dalam konteks
deskriptif ini, maka kurikulum pendidikan multkultural harus mencakup
subjek-subjek seperti : toleransi, tema-tema tentang perbedaan etno-kultural,
dan agama; bahaya diskriminasi; penyelesaian konflik dan mediasi; HAM;
demokrasi dan pluralitas; kemanusiaan universal dan subjek-subjek lain yang
relevan Said (2004).
B.
Tujuan
Pendidikan Multikultural
Tujuan
pendidikan multikultural ada dua, yakni tujuan awal dan tujuan akhir. Tujuan
awal merupakan tujuan sementara karena tujuan ini hanya berfungsi sebagai
perantara agar tujuan akhirnya tercapai dengan baik.
Pada dasarnya tujuan awal pendidikan
multikultural yaitu membangun wacana pendidikan, pengambil kebijakan dalam
dunia pendidikan dan mahasiswa jurusan ilmu pendidikan ataupun mahasiswa umum.
Harapannya adalah apabila mereka mempunyai wacana pendidikan multikultural yang
baik maka kelak mereka tidak hanya mampu untuk menjadi transormator pendidikan
multikultural yang mampu menanamkan nilai-nilai pluralisme, humanisme dan
demokrasi secara langsung di sekolah kepada para peserta didiknya.
Sedangkan
tujuan akhir pendidikan multikultural adalah peserta didik tidak hanya mampu
memahami dan menguasai materi pelajaran yang dipelajarinya akan tetapi
diharapakan juga bahwa para peserta didik akan mempunyai karakter yang kuat
untuk selalu bersikap demokratis, pluralis dan humanis. Karena tiga hal
tersebut adalah ruh pendidikan multikultural Ainul Yaqin (2005).
C. Metode dan
Pendekatan Pendidikan Multikultural
Sebagai
sebuah konsep yang harus dituangkan ke dalam sistem kurikulum, biasanya
pendidikan multikultural secara umum digunakan metode dan pendekatan (method
and approaches) yang beragam. Adapun metode yang dapat digunakan dalam
pendidikan multikultural adalah sebagai berikut:
- Metode Kontribusi
Dalam
penerapan metode ini pembelajar diajak berpartisipasi dalam memahami dan
mengapresiasi kultur lain. Metode ini antara lain dengan menyertakan pembelajar
memilih buku bacaan bersama, melakukan aktivitas bersama. Mengapresiasikan
even-even bidang keagamaan maupun kebudayaan yang terdapat dalam kehidupan
masyarakat. Pebelajar bisa melibatkan pembelajar didalam pelajaran atau
pengalaman yang berkaitan dengan peristiwa ini. Namun perhatian yang sedikit
juga diberikan kepada kelompok-kelompok etnik baik sebelum dan sesudah event
atau signifikan budaya dan sejarah peristiwa bisa dieksplorasi secara mendalam.
Namun metode
ini memiliki banyak keterbatasan karena bersifat individual dan perayaan
terlihat sebagai sebuah tambahan yang kenyataannya tidak penting pada wilayah
subjek inti.
2.
Metode Pengayaan
Materi
pendidikan, konsep, tema dan perspektif bisa ditambahkan dalam kurikulum tanpa
harus mengubah struktur aslinya. Metode ini memperkaya kurikulum dengan
literatur dari atau tentang masyarakat yang berbeda kultur atau agamanya.
Penerapan metode ini, misalnya adalah dengan mengajak pembelajar untuk menilai
atau menguji dan kemudian mengapresiasikan cara pandang masyarakat tetapi
pembelajar tidak mengubah pemahamannya tentang hal itu, seperti pernikahan, dan
lain-lain.
Metode ini
juga menghadapi problem sama halnya metode kontributif, yakni materi yang
dikaji biasanya selalu berdasarkan pada perspektif sejarahwan yang mainstream.
Peristiwa, konsep, gagasan dan isu disuguhkan dari perspektif yang dominan.
3.
Metode Transformatif
Metode ini
secara fundamental berbeda dengan dua metode sebelumnya. Metode ini
memungkinkan pembelajar melihat konsep-konsep dari sejumlah perspektif budaya,
etnik dan agama secara kritis. Metode ini memerlukan pemasukan
perspektif-perspektif, kerangka-kerangka referensi dan gagasan-gagasan yang
akan memperluas pemahaman pembelajar tentang sebuah ide.
Metode ini
dapat mengubah struktur kurikulum, dan memberanikan pembelajar untuk memahami
isu dan persoalan dari beberapa perspektif etnik dan agama tertentu. Misalnya,
membahas konsep “makanan halal” dari agama atau kebudayaan tertentu yang
berpotensi menimbulkan konflik dalam masyarakat. Metodeini menuntut pembelajar
mengolah pemikiran kritis dan menjadikan prinsip kebhinekaan sebagai premis
dasarnya.
4.
Metode Pembuatan Keputusan dan Aksi
Sosial
Metode ini
mengintegrasikan metode transformasi dengan aktivitas nyata dimasyarakat, yang
pada gilirannya bisa merangsang terjadinya perubahan sosial. Pembelajar tidak
hanya dituntut untuk memahami dan membahas isu-isu sosial, tapi juga melakukan
sesuatu yang penting berkaitan dengan hal itu.
Metode ini
memerlukan pembelajar tidak hanya mengeksplorasi dan memahami dinamika
ketertindasan tetapi juga berkomitmen untuk membuat keputusan dan mengubah
sistem melalui aksi sosial. Tujuan utama metode ini adalah untuk mengajarkan
pembelajar berpikir dan kemampuan mengambil keputusan untuk memberdayakan
mereka dan membantu mereka mendaptkan sense kesadaran dan kemujaraban
berpolitik.
Pendekatan-pendekatan
yang mungkin bisa dilakukan di dalam pendidikan kultural adalah sebagai
berikut:
- Pendekatan Historis
Pendekatan
ini mengandaikan bahwa materi yang diajarkan kepada pembelajar dengan menengok
kembali ke belakang. Maksudnya agar pebelajar dan pembelajar mempunyai kerangka
berpikir yang komplit sampai ke belakang untuk kemudian mereflesikan untuk masa
sekarang atau mendatang. Dengan demikian materi yang diajarkan bisa ditinjau
secara kritis dan dinamis.
2.
Pendekatan Sosiologis
Pendekatan
ini mengandaikan terjadinya proses kontekstualisasi atas apa yang pernah
terjadi di masa sebelumnya atau datangnya di masa lampau. Dengan
pendekatan ini materi yang diajarkan bisa menjadi aktual, bukan karena
dibuat-buat tetapi karena senantiasa sesuai dengan perkembangan zaman yang
terjadi, dan tidak bersifat indoktrinisasi karena kerangka berpikir yang dibangun
adalah kerangka berpikir kekinian. Pendekatan ini bisa digabungkan dengan
metode kedua, yakni metode pengayaan.
3.
Pendekatan Kultural
Pendekatan
ini menitikberatkan kepada otentisitas dan tradisi yang berkembang. Dengan
pendekatan ini pembelajar bisa melihat mana tradisi yang otentik dan mana yang
tidak. Secara otolatis pebelajar juga bisa mengetahui mana tradisi arab dan
mana tradisi yang datang dari islam.
4.
Pendekatan Psikologis
Pedekatan
ini berusaha memperhatikan situasi psikologis perseorangan secara tersendiri
dan mandiri. Artinya masing-masing pembelajar harus dilihat sebagai manusia
mandiri dan unik dengan karakter dan kemampuan yang dimilikinya. Pendekatan ini
menuntut seorang pebelajar harus cerdas dan pandai melihat kecenderungan
pembelajar sehingga ia bisa mengetahui metode-metode mana saja yang cocok untuk
pembelajar.
5.
Pendekatan Estetik
Pendekatan
estetik pada dasarnya mengajarkan pembelajar untuk berlaku sopan dan santun,
damai, ramah, dan mencintai keindahan. Sebab segala materi kalau hanya didekati
secara doktrinal dan menekan adanya otoritas-otoritas kebenaran maka pembelajar
akan cenderung bersikap kasar. Sehingga mereka memerlukan pendekatan ini untuk
mengapresiasikan segala gejala yang terjadi di masyarakat dengan melihatnya
sebagai bagian dari dinamika kehidupan yang bernilai seni dan estetis.
6.
Pendekatan Berprespektif Gender
Pendekatan
ini mecoba memberikan penyadaran kepada pembelajar untuk tidak membedakan
jenis kelamin karena sebenarnya jenis kelamin bukanlah hal yang menghalangi seseorang
untuk mencapai kesuksesan. Dengan pendekatan ini, segala bentuk konstruksi
sosial yang ada di sekolah yang menyatakan bahwa perempuan berada di bawah
laki-laki bisa dihilangkan.
Keenam
pendekatan ini sangat memungkinkan bagi terciptanya kesadaran multikultural di
dalam pendidikan dan kebudayaan. Dan tentu saja, tidak menutup kemungkinan
berbagai pendekatan yang lainnya, selain enam yang disebutkan tadi di atas,
sangat mungkin untuk diterapkan. Agar terwujudnya pendidikan yang multikultural
di negeri kita Indonesia.
D. Kelebihan dan Kekurangan Serta
Solusinya
1.
Kelebihan Pendidikan Multikultural
Dalam pendidikan multikultural, ada dimensi-dimensi
yang harus diperhatikan. Menurut James Blank (2003) ada lima dimensi pendidikan
multikultural yang saling berkaitan, yaitu sebagai berikut:
a.
Mengintegrasikan berbagai budaya dan
kelompok untuk mengilustrasikan konsep mendasar, generalisasi, dan teori dalam
mata pelajaran.
b.
Membawa siswa untuk memahami
implikasi budaya ke dalam sebuah mata pelajaran.
c.
Menyesuaikan metode pengajaran
dengan cara belajar siswa dalam rangka memfasilitasi prestasi akademik.
d.
Mengidentifikasi karakteristik ras
siswa dan menentukan metode pengajarannya.
e.
Melatih kelompok untuk
berpartisipasi dalam berbagai kegiatan, berinteraksi dengan seluruh siswa dan
staf yang berbeda ras dan etnis untuk menciptakan budaya akademik.
2.
Kekurangan Pendidikan Multikultural
dan Solusinya
Mengimplementasikan pendidikan multikultural di
sekolah mungkin saja akan mengalami hambatan atau kendala dalam pelaksanaannya.
Ada beberapa hal yang harus mendapat perhatian dan sejak awal perlu
diantisipasi antara lain sebagai berikut:
a.
Perbedaan Pemaknaan terhadap
Pendidikan Multikultural
Perbedaan pemaknaan akan menyebabkan perbedaan dalam
mengimplementasikannya. Multikultural sering dimaknai orang hanya sebagai multi
etnis sehingga bila di sekolah mereka ternyata siswanya homogen etnisnya, maka
dirasa tidak perlu memberikan pendidikan multikultural pada mereka. Padahal
pengertian pendidikan multikultural lebih luas dari itu. H.A.R. Tilaar (2002) mengatakan
bahwa pendidikan multikultural tidak lagi semata-mata terfokus pada perbedaan
etnis yang berkaitan dengan masalah budaya dan agama, tetapi lebih luas dari
itu. Pendidikan multikultural mencakup arti dan tujuan untuk mencapai sikap
toleransi, menghargai keragaman, dan perbedaan, menghargai HAM, menjunjung
tinggi nilai-nilai kemanusiaan, menyukai hidup damai, dan demokratis. Jadi,
tidak sekadar mengetahui tata cara hidup suatu etnis atau suku bangsa tertentu.
b.
Munculnya Gejala Diskontinuitas
Dalam pendidikan multikultural yang sarat dengan
nilai-nilai kemanusiaan dan kebersamaan sering terjadi diskontinuitas nilai
budaya. Peserta didik memiliki latar belakang sosiokultural di masyarakatnya
sangat berbeda dengan yang terdapat di sekolah sehingga mereka mendapat
kesulitan dalam beradaptasi di lingkungan sekolah. Tugas pendidikan, khususnya
sekolah cukup berat. Di antaranya adalah mengembangkan kemungkinan terjadinya
kontinuitas dan memeliharanya, serta berusaha menyingkirkan diskontinuitas yang
terjadi. Untuk itu, berbagai unsur pelaku pendidikan di sekolah, baik itu guru,
kepala sekolah, staf, bahkan orangtua dan tokoh masyarakat perlu memahami secara
seksama tentang latar belakang sosiokultural peserta didik sampai pada tipe
kemampuan berpikir dan kemampuan menghayati sesuatu dari lingkungan yang ada
pada peserta didik. Sekolah memiliki kewajiban untuk meratakan jalan untuk
masuk ke jalur kontinuitas.
c.
Rendahnya Komitmen Berbagai Pihak
Pendidikan multikultural merupakan proses yang
komprehensif sehingga menuntut komitmen yang kuat dari berbagai komponen
pendidikan di sekolah. Hal ini kadang sulit untuk dipenuhi karena ketidaksamaan
komitmen dan pemahaman tentang hal tersebut. Berhasilnya implementasi
pendidikan multikultural sangat bergantung pada seberapa besar keinginan dan
kepedulian masyarakat sekolah untuk melaksanakannya, khususnya adalah
guru-guru.
Arah kebijakan pendidikan di Indonesia di masa
mendatang menghendaki terwujudnya masyarakat madani, yaitu masyarakat yang
lebih demokratis, egaliter, menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan persamaan,
serta menghormati perbedaan.
d.
Kebijakan-kebijakan yang Suka Akan
Keseragaman
Sudah sejak lama kebijakan pendidikan atau yang
terkait dengan kepentingan pendidikan selalu diseragamkan, baik yang berwujud
benda maupun konsep-konsep. Dengan adanya kondisi ini, maka para pelaku di
sekolah cenderung suka pada keseragaman dan sulit menghargai perbedaan. Sistem
pendidikan yang sudah sejak lama bersifat sentralistis, berpengaruh pula pada
sistem perilaku dan tindakan orang-orang yang ada di dunia pendidikan tersebut
sehingga sulit menghargai dan mengakui keragaman dan perbedaan.
III.
PENUTUP
Pendidikan multikultural adalah suatu penedekatan progresif
untuk melakukan transformasi pendidikan yang secara menyeluruh membongkar
kekurangan, kegagalan dan praktik-praktik diskriminatif dalam proses
pendidikan.
Pendidikan multikultural didasarkan pada gagasan keadilan
sosial dan persamaan hak dalam pendidikan. Sedangkan dalam doktrin Islam
sebenarnya tidak membeda-bedakan etnik, ras dan lain sebagainya dalam
pendidikan. Manusia semuanya adalah sama, yang membedakannya adalah ketakwaan
mereka kepada Allah SWT. Dalam Islam, pendidikan multikultural mencerminkan
bagaimana tingginya penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan dan tidak ada
perbedaan di antara manusia dalam bidang ilmu.
Pendidikan
multikultural seharusnya memfasilitasi proses belajar mengajar yang mengubah
perspektif monokultural yang esensial, penuh prasangka dan diskriminatif ke
perspektif multikulturalis yang menghargai keragaman dan perbedaan, toleran dan
sikap terbuka. Perubahan paradigma semacam ini menuntut transformasi yang tidak
terbatas pada dimensi kognitif belaka.
IV.
DAFTAR
PUSTAKA
Baidhawy ,Zakiyuddin.
2005. Pendidikan Agama: Membangun
Multikulturalisme Indonesia, dalam Pendidikan Agama Berwawasan
Multikultural. Jakarta : PT Gelora Aksara
Pratama
Tilaar,
H.A.R. 2004. Multikulturalisme, Tantangan-tantangan
Global Masa Depan dalam Transformasi Pendidikan Nasional. Jakarta: Grasindo.
Tilaar, H.A.R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar Paedagogik Transformatif
Untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.
[online].Tersedia:http://andiplampang.wordpress.com/2010/12/09/metode-dan-pendekatan-pendidikan-multikultural/
[1 April 2012].
Banks, James. 1993. Multicultural Eeducation: Historical
Development,Dimension, and Practice. Review of Research in Education [online]. Tersedia: http://awankboys.blogspot.com/2010/05/pendidikan-multikultural.html
[20 Maret 2012].
Agil, Said.
2004. Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani
dalam Sistem Pendidikan Islam . Jakarta Selatan: Ciputat Press.
Yaqin, M. Ainul. 2005. Pendidikan Multural; Cross-Cultural Understanding untuk Demokrasi dan
Keadilan. Yogyakarta: Pilar Media.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar